Jumat, 09 November 2012

Antara dua insan



Malam semakin larut. Diatas langit terlihat hanya ada satu bintang berkerlip. hampir sejam ia menanti  disebuah halte. Namun satupun angkot yang biasa ia tumpangi belum juga lewat. Wanita itu tertunduk diam menatap ubin tepat diujung sepatunya. Sesekali mendongak pandangannya tertuju pada setiap mobil yang lewat. Sebentar sebentar ia menghela nafas gundah. 

Tampak raut wajahnya melukiskan kegelisahan. Sepuluh menit kemudian dari kejauhan  Nampak sebuah mobil honda jazz hitam meluncur dengan kecepatan normal dan berhenti tepat diujung halte. Sang pemilik  membuka pintu mobil. Nampak sebuah sosok pemuda berkacamata berparas tampan keluar dari mobil. Dari jauh terlihat dua bibirnya dengan indah menyunggingkan senyum keramahan. melangkah penuh wibawa menuju tepat dihadapan sang wanita berjilbab biru. Tatapan merekapun beradu.

Dari dekat.

“Assalamu alaikum, Raya. raya nunggu siapa?” sapanya tepat dihadapan sang wanita yang tengah duduk dibangku besi halte. Sedikit mengagetkannya.
Sekilas pandangan mereka beradu namun Pandangan wanita  tersebut segera menunduk agar tak menatap lama wajah pemuda yang kini mengajaknya bicara itu. sebenarnya Sang pemuda sejak awal sudah menyadari sikapnya. ketika mobil pemuda itu menepi didepan halte. Sang wanita sudah mengenal betul dari warna dan plat nomer mobilnya. Bahwa pemiliknya adalah seorang pemuda yang diusia mudanya kini telah menyandang gelar dokter lulusan luar negri yang pada satu kesempatan ketika sang wanita tersebut tertimpa musibah sidokter inilah yang merawatnya ketika ia menderita sakit parah. Namun rupanya masa masa itu telah lama berlalu. Tak penting juga untuk diungkit, mungkin saja sidokter ini sudah lupa. Bisik hati kecil sang dokter.

“Walaikum salam. eh, dokter. Sedikit Mengagetkan saya. dokter udah lama? Saya lagi nunggu angkot dok” katanya dengan nada lembut sekilas tatapannya kembali beradu menjawab pertanyaan sang dokter.

“Oh gituu, gimana kalo raya naik mobil saya aja, sekalian saya juga udah mau pulang kok. Kan kasian kamu pulang sendiri. Belum tentu juga angkot yang kamu tunggu disini bakalan ada lagi yang lewat. apalagi ini udah larut malam loh. Ayoo..” Kata sang dokter mempersilahkan.

“Makasih dokter, tapi maaf, saya naik angkot saja”

“Tapii raya, aku juga ga keberatan kok, ayo naik aja biar aku anter sampai rumah”

“Tapi dok!” katanya menghela nafas berat.

“Ayolah raya, ga pa2 kok, ayo” dengan terpaksa dan berat hati akhirnya iapun beranjak menuju mobil. Sang dokter dengan langkah cepat menuju pintu mobil depan dan membukakannya untuk raya sebelum raya masuk kedalam mobil.
Namun,

“Maaf dokter, saya duduk dibelakang saja” katanya sang perempuan yang sudah membuka pintu mobil tengah. Sang dokter pun tiba tiba menjadi bingung dibuatnya. Disepanjang perjalanan diatas mobil suasana mobil hening. dari pantulan kaca yang menggantung dilangit langit mobil tepat diatas kepala sang dokter. Ia memperhatikan wajah sang perempuan tersebut. Nampak diraut wajahnya dipenuhi kekhawatiran. hening. Namun sesekali ia memandang keluar kaca menikmati temaramnya malam.

Sebuah ponsel miliknya sejak tadi ia genggam erat dijemarinya. Hening. Sunyi. Tak ada satupun suara yang keluar dari mulut mereka. hanya kerlipan lampu jalan raya yang setia menemani mereka disepanjang perjalanan. Menyusuri pekatnya malam. Entah sudah sekian berapa kali sang dokter memperhatikan wajah sang perempuan dari balik  kaca mobil.

“ Saya Tidak mempunyai maksud apa apa. Apalagi untuk berbuat jahad pada raya. Saya hanya ingin mengantar raya agar cepat tiba dirumah karena saya takut raya nantinya kenapa kenapa apalagi ini sudah larut malam. Mbak raya tenang aja ya mbak."

kata sang dokter yang memulai membuka suara didalam mobil.

" Ia dokter saya percaya sama dokter. Saya sebenarnya tidak memikirkan tentang dokter   apakah akan berbuat jahat pada saya atau tidak. Namun yang sedang saya khawatirkan adalah situasi yang sekarang tengah terjadi pada diri kita berdua ini  karena berada didalam mobil berdua." Katanya pada sang dokter yang sempat membuatnya bingung.


" maksud mbak raya, Saya jadi bingung. Kita gak ngapa ngapain kan"

“ ia dokter, raya tau kita gak ngapa ngapain. Namun apa yang sekarang kita alami ini berdua didalam mobil namanya berkhalwat"
"maksud raya? saya semakin gak mengerti maksud mba raya" 

Sabtu, 03 November 2012

Ukhuwah itu begitu indah

Kehadiranmu penyembuh luka
Berada disisimu hilang dukaku
Semoga doamu membawaku ke syurga                                                              
                                                                                                                                                                                       
yisc khaifa al azhar
Malam ini ketika berbaring diatas kasur. Handphone yang tergeletak diatas meja tiba tiba berdering dengan nyaring. Saat kuangkat dari sebrang sana terdengar suara seorang pria. Ternyata suara akhi syukur. syukur tiba tiba mengabariku lewat telpon jika malam ini ada seorang kawan pengajian kami di yisc alazhar sedang dirawat dirumah sakit pelni petamburan. Insani. Yah katanya insani. syukur mengajakku untuk ikut menjenguk beliau kerumah sakit tersebut malam ini. Tanpa ada alasan apapun akupun langsung mengiyakan akan ikut juga. Akhirnya syukur membuat janji untuk bertemu denganku. Namun setengah jam kemudian syukur kembali menelponku katanya kalau dia datang menjemputku dikosan sepertinya perjalanan kesana tidak memungkinkan karena jalan sepanjang arah salemba dan tanah abang macet banget. jadinya syukur tidak jadi menjemputku namun tetap aku akan kesana tapi bersama shulton. Awalnya shulton tidak bisa ikut, katanya malam ini beliau masih banyak kerjaan yang masih menumpuk dimejanya sehingga ia harus menyelesaikannya malam ini juga. Katanya. Namun akupun mencoba membujuknya. Kalo kita mengunjungi orang sakit pahalanya gede.
Luar biasa.

Padahal hanya kalimat itu yang aku katakan lewat sms diapun langsung luluh akan ikut. Yaudah ayo tapi jam 7 yah. Katanya.
Dari salemba aku dan shultonpun langsung meluncur menuju rumah sakit dengan mengendarai motor Vario baru yang masih cling siapa lagi kalo bukan milik..ehem....dan sialnya ketika ditengah padatnya kemacetan seperti ini aku yang disuruh mengemudikan motornya.

Tiba dirumah sakit…

kami berdua langsung menuju keatas keruangan tempat dimana kamar insani dirawat. Ruang Mawar 3 ruang 315a. sambil berjalan saya ngedumel pada shulton jalannya cepet banget udah kaya istrinya udah mau ngelahirin.
Pas tiba didepan pintu ruangan insani. Waaa.. kok sepi. Gak ada anak anak. ketika kami berdua melihat suasana lorong ruangan ini. Seorang suster yang tadi kami tanyai dari jauh nyeletuk. Katanya. temennya udah pulang mungkin mas. Tapi aku gak yakin mereka udah pulang, datang aja belum, masa udah langsung pulang. Ketika kucoba menghubungi syukur lewat ponselku mereka ternyata sudah tiba namun masih ada dibawah dimesjid deket parkiran. saat mereka tahu kami berdua sudah ada diatas tepat didepan ruangan insani. mereka langsung kaget. Soalnya mereka merasa merekalah yang tiba paling pertama tapi tidak tahu kalau kami berdua sudah ada diatas. Subhanallah, luar biasayah jalinan silaturahmi para sahabatku ini mereka saling berkejar pahala demi mengurangi duka untuk mengunjungi salah satu sahabat kami yang tengah terbaring dirumah sakit.  Saya jadi terharu malam ini ketika hadir ditengah tengah mereka dan merasakan ikatan ukhuwah para sahabat sahabat pengajianku ini. Kalo ada tissue didepan aku, mungkin tissunya udah abis buat ngelap air mataku karena saking terharunya. Lebay.

Ketika ada satu anggota tubuh yang terluka maka semua anggota tubuh akan merasakan sakit. Begitulah gambaran ukhuwah yang tumbuh dalam dada kami pada sahabat sahabatku ini. Ketika satu diantara sahabat kami merasakan duka maka semua akan merasakan duka. Bukan hanya sukanya aja cokelatnya insani di makananin.  

Semoga allah selalu menjaga ukhuwah ini. Amin.

Karena menunggu lama sahabat sahabat kami yang masih dibawah. shulton 
pun  mendesakku agar masuk saja. Tapi aku bilang sebentar lagi kita tunggu dulu aja anak anak yang dibawah biar keatas dulu. Bentar lagi mungkin mereka keatas. Kataku. Sembari menunggu dan shulton yang terlihat sedang asik memainkan jemarinya diatas BBnya. Kulihat ada seorang ibu ibu yang sudah tua didorong oleh seorang suster diatas kursi roda. Ibu ini lewat dihadapan kami. Kulihat kaki kanan ibu itu dililit perban dari ujung kaki hingga keatas pahanya. Sepintas ibu itu menatapku aku tersenyum iapun membalas senyumku dengan senyumnya yang ramah. Dalam hati aku bertanya ibu ini sakit apayah kasian. Kemana anak anaknya yang seharusnya menemani dan mengurusinya. Melihat ibu itu aku jadi sejenak terdiam dan merenung. Melihat ibu itu yang sudah tua didorong diatas kursi roda dan sahabatku insani yang sedang terbaring diatas kasur karena sakit yang mendera kepalanya. Sungguh Betapa berharganya sebuah usia dan kesehatan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Ketika kita harus benar benar memanfaatkan masa muda dan masa sehat itu. Maka Pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu dan Pergunakanlah masa mudamu sebelum masa tuamu tiba.

*******

Karena sulton kembali mendesak. akhirnya masuklah kami keruangan insani dan mendorong pintu dengan pelan dan berjalan mengendap endap agar suara sepatu kaki tak terdengar. Jialoo. Ngapain tuh. Sebentar saya melongo kearah dua tempat tidur yang masing masing dibatasi tirai. Namun belum sempat aku menemukan wajah insani aku langsung berkata  pada sulton. Akh BBmin dulu aja insaninya biar dia tau. Takutnya ketika kita ketemu muka dengannya secara tiba tiba dia tidak mengenakan hijab. Mungkin dia bisa kaget dan terbelalak menjerit. Enggak tau deh kaya gimana tuh ekspresi. Aku jadi mikir, kita berdua ini udah kaya mau maling diruangan ini. Jalannya aja nyampe mengendap endap seperti ini biar sepatu kami ketukannya tidak terdengar. Namun yang menjadi pertanyaanku diruangan ini, apa yang mau dimalinginyah misalnya aja jika kami berdua memang bener bener niat mau maling. Misalnyaloh gak sebenernya. Malingin apayah mungkin malingin hatinya insani kaliyah, tapi apakah dapat dibagi dua. hehe

Sulton lalu membbmin insani. Kata insani yang ia kirim ke bbm sulton “ langsung masuk aja, gapa2 kok” katanya sembari sulthon memperlihatkan layar ponselnya ke wajahku. Kamipun kembali masuk keruangan insani dan sedikit mendekat ke ujung ranjang dimana insani berbaring dan diseblah saya terlihat banyak coklat yang tergeletak diatas meja. Walaupun terbaring dengan kepala yang berdenyut dan tangan yang terjulur diatas seprei putih dan sebuah infusan terpasang ditangan kanannya. Kedua Bibirnya tak henti tersenyum menyambut kami penuh keceriaan. Dan ituloh lesung pipinya gak nahan. Sultonpun membalas senyuman yang tak kalah manisnya ke arah insani. Aku hanya dapat berdehem sendiri. Sekilas aku memandangi punggung tangan insani yang bengkak dengan tonjolan seperti bulatan kelereng tepat posisi dimana suntikan infus ditancapkan. Kasian. Pasti sakit banget rasanya. Pantas saja insani tak mau banyak gerak karena jika gerak sedikit saja sakit yang terasa dipunggung tangannya akan menjalar nyerinya. Tapi ketika tadi kami baru masuk keruangannya, insani seperti agak malu malu gitu dan langsung menarik selimut dan menutupi wajahnya. He.  A aaaam…shulton. Jadi repot repot dateng. Katanya.

Hampir sepuluh menit kami mengobrol bertiga tiba tiba dari depan pintu muncullah hufron membuka pintu pertama kali lalu disusul oleh sahabat sahabat kami yang lain satu persatu memasuki ruangan hingga ruangan menjadi penuh. Hufron, Muri, Ainul, Rizka, Ana, Syukur, Dimas, Budi, ( satu lagi akhwat yang saya lupa namanya entah kenapa beliau memanggil saya dengan apaa gitu saya lupa namanya. Jos cos apa gitudeh ribet namanya dan akupun sudah lupa) malam ini Sahabat sahabat kami menyambut insani dengan senyum hangat hingga akhirnya menjadi rame. Tau kan kalau dimana ada banyak kaum wanita berkumpul pasti akan rame seperti ibu ibu arisan. Jadinya seperti malam ini ruangan disinipun menjadi gaduh. Rame .Tapi asyik. Diseblah insani sebenernya ada lagi satu pasien yang terbaring seorang ibu ibu. Dalam ruangan ini ada dua ranjang yang disediakan untuk 2 pasien. Sambil ngobrol ngalor ngidul dimana sebagian udah siap mengambil foto. menjeprat jepret terutama akh dimas yang sejak tiba ditangannya sudah stanby kamera. Selain akh dimas aku juga mulai ngikut ngikutan ngambil gambar. Kembali aku jadi mikir sebenernya kesini mau jengukin insani atau narsis narsisan yah. dimas pun akhirnya mencoba mengambil gambar. Namun entah mengapa mungkin karena mencari posisi yang pas untuk mendapatkan gambar yang bagus dimaspun langsung menyingkapkan tirai pembatas antara kamar insani dan kabar ibu tersebut. Sekilas pun ibu yang tengah terbaring diatas kasur terlihat oleh beberapa diantara kami yang berdiri dekat pintu. tapi tak lama dimas langsung menarik kembali tirai tersebut. gara gara mau foto nyampe harus rusuh gituyah. Ketika kami keluar dari ruangan insani, hendak mau pulang beberapa perawat kemudian lewat dihadapan kami. Dari ekspresi wajahnya aku dapat menangkap sebuah pertanyaan yang terlintas dibenaknya ketika mereka memperhatikan kami yang keluar dari ruangan insani secara bergerombol. Dipikiran mereka pasti bertanya. Ini orang orang masuk keruangan pasien rame rame gituyah. Itu mau jengukin orang sakit atau mau tauran yah. Mulaideh jadi sotoy soto ayam. He.



Ayusita Berikan Aku Cinta

website annida

Selasa, 30 Oktober 2012

Ukhuwah sejati itu begitu indah

Dari notebook istirahatku sore ini ditemani iringan instrument mellouw abiss.              
             
Malam ini ketika berbaring diatas kasur. Handphone yang tergeletak diatas meja tiba tiba bordering dengan nyaring. Saat kuangkat dari sebrang sana terdengar suara seorang pria. Ternyata suara akh syukur. Akh syukur mengabariku jika ada seorang kawan pengajian kami di yisc alazhar sedang dirawat dirumah sakit pelni petamburan. Insani. Yah katanya insani. Akh syukur mengajakku untuk ikut menjenguk beliau kerumah sakit tersebut malam ini. Tanpa ada alasan akupun mengiyakan akan ikut. Akhirnya akh syukur membuat janji untuk bertemu denganku. Namun ternyata setengah jam kemudian akh syukur kembali menelponku katanya kalau dia datang menjemputku dikosan sepertinya enggak memungkinkan karena jalan arah salemba dan tanah abang macet banget. Akhirnya akh  syukur tidak jadi menjemputku namun tetap aku kesana tapi dengan akh shulton. Awalnya akh shulton tidak bisa ikut katanya malam ini masih ada kerjaan yang mesti ia selesaikan tidak bisa ditunda katanya. Katanya. Namun akupun mengatakan padanya Woi, taugak jika kita mengunjungi orang sakit pahalanya gedeloh. Akhirnya dia pun luluh layaknya batu es mencair diterpa panas matahari. ( gak lebai gitu kok. -_- )

Dari salemba aku dan shulton langsung berangkat menuju rumah sakit pelni. Tiba dirumah sakit. Aku berdua langsung keatas keruangan tempat kamar dimana insane tempati. Pas tiba. Waaa kok sepi. Gak ada anak anak, ketika kami berdua melihat suasana ruangan. Seorang suster yang tadi kami tanyai ruangan 513a katanya temennya udah pulang mungkin. Tapi saya gak yakin mereka belum pulang datang aja belum masa langsung pulang. Ketika kucoba menghubungi akh syukur lewat ponselku mereka ternyata sudah tiba namun masih ada dibawa dimesjid deket parkiran. Ketika tahu kami berdua sudah diatas berada didepan ruangan kamar insane, mereka langsung kaget. Karena kami berdua tiba tiba langsung uda ada aja di depan ruangannya padahal mereka merasa merekalah yang paling tiba duluan. Subhanallah, luar biasayah hubungan silaturahmi para sahabat sahabatku mereka saling berkejar pahala demi mensilaturahmi dan mengunjungi sahabat sahabatnya ketika dirawat dirumah sakit.  Saa terharu merasakan ikatan ukhuwah para sahabat sahabat pengajianku ini. Ketika diantara kita ada satu tubuh yang terluka maka semua tubuhnya akan merasakan sakit. Begitulah gambaran jalinan ukhuwah yang tumbuh dalam dada kami, semoga selalu terjaga selalu. Amin. Karena menunggu lama kawan kawan yang masih dibawah shulton pun  mendesakku agar masuk aja. Tapi aku bilang  sebentar lagi kita tunggu dulu aja anak anak yang dibawah keatas. Benntar lagi mungkin mereka keatas. Kataku. Namun karena belum juga muncul kami menunggunya lagi. Sembari menunggu dan shulton yang sedang sibuk memainkan jemarinya dituts bbnya. Kuperhatikan ada seorang ibu ibu yang sudah tua didorong oleh seorang suster diatas kursi roda. Ibu ini lewat dihadapan kami. Kulihat kaki kanan ibu dibalut perban dari ujung kaki hingga ujung pahanya. Dalam hati aku langsung bertanya ibu ini sakit apayah kasian. Kemana anak anaknya yang mengurusinya. Melihat ibu itu jadi aku jadi tiba tiba terdiam dalam Tanya. Dalam diamku hati dan pikiranku menjadi merenung. Melihat ibu itu yang didorong diatas kursi roda dan insane yang sedang tergeltak diatas kasur karena sakit yang mendera kepalanya. Renungan itu sangat mengena dalam setip sendi kehidupan kita. Betapa berharganya sebuah usia dan kesehatan yang dititipkan oleh allah kepada kita. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. Pergunakanlah masa mudamu sebelum masa tua menyapamu.

Karena sulton trus mendesak akhirnya kami masuk keruangan insani dengan membuka pintu pelan dan berjalan mengendap endap agar suara sepatu kaki kami. Sebentar saya melongo dikedua tempat tidur yang masing2 dibatasi tirai. Namun belum sempat aku menemukan wajah insani aku langsung berkata  pada sulton. Akh bbmin dulu aja biar dia tahu. Takutnya ketika kita ketemu muka dengannya secara tiba2 dia tidak mengenakan hijab. Aku pernah dengar. Mungkin dia bisa kaget dan terbelalak menjerit. Enggak tau deh kaya gimana tuh ekspresi. Aku jadi mikir kita berdua ini udah kaya mau maling diruangan rawat insane ini. Jalannya aja nyampe mengendap endap seperti ini biar ketukan sepatu kami tidak terbentur keramik lantai. Namun yang menjadi pertanyaanku diruangan ini apa yang mau kami malingin misalnya jika kami berdua memang bener bener niat jadi maling. Misalnyaloh gak sebenernya. Malingin apayah mungkin malingin hatinya insani kaliyah, tapi apakah dapat dibagi dua. Hem hem. Jadi ngawur banged deh jadinya. Seorang akhwat yang biasanya mengenakan kerudung lalu ketika tanpa sengaja seorang pria yang bukan muhrimnya menemukannya tidak mengenakan kerudung ato hijab sang akhwat akan merasa ia sama saja telah ditelanjangi didpan pria tersebut. Betapa tidak. Kepala yang selama ini dianugrahi rambut sebagai mahkota terindah dari seorang wanita yang selama ini telah lama ia baluti dengan hijab agar tak ada yang boleh memandangnya kecuali sang muhrimnya saja. Kenapa seorang wanita diperintahkan agar ia membalut setiap tubuhnya dengan kain kecuali telapak tangan dan wajahnya aga

Agar ia dapat dijual mahal dimata orang yang melihatnya. Kenapa berlian berkilauan sinar terpancar dari tiap sisinya. Karena ia terbungkus oleh tanah dan tak pernah tersentuh oleh tangan tangan manusia.

Kenapa mutiara begitu mempesona karna terpendam dibawah lautan dalam. Waduh obrolan saya dalam tulisan ini sudah semakin jauh dari judul tulisan.

Eniwei, kita balik ke judul tulisan ini. Sulton membbmin insani. Kata insani lewat bbm sulton langsung masuk aja kalimat yang diperlihatkan sulton kesaya dilayar bbmnya. Kamipun kemudian kembali masuk keruangan dan mendekat ke ujung ranjang insan i terbaring. Walaupun terbaring dengan kepala yang berdenyut dan tangan yang terjulur diatas seprei putih dan sebuah infusan terpasang ditangan kanannya. Bibirnya tak henti tersenyum menyambut kami dengan penuh keceriaan. Sultonpun membalas senyuman yang tak kalah manis ke arah insani. Sejenak aku memandangi punggung tangan insani yang bengkak dengan tonjolan seperti bulatan kelereng posisi dimana suntikan infus ditancapkan. Kasian. Pasti sakit banget rasanya. Pantas saja insani tak mau banyak gerak karena jika gerak sedikit saja sakit yang terasa dipunggung tangan kanannya nyerinya akan menjalar. Tapi ketika tadi baru masuk keruangannya insani agak malu malu gitu dan langsung menarik selimut dan menutupi wajahnya. He.
 Aaaa aam. Jadi repot repot dateng. Katanya.

Hampir sepuluh menit kami ngobrol bertiga tiba tiba dari depan pintu muncullah hufron membuka pintu pertama kali lalu disusul oleh sahabat sahabat kami yang lain satu persatu memasuki ruangan hingga ruangan menjadi penuh Hufron, Muri, Ainul, Rizka, Ana, Syukur, Dimas, Budi, ( satu lagi akhwat saya lupa namanya entah kenapa beliau memanggil saya dengan apaa gitu saya lupa namanya. Jos cos apa gitudeh ribet namanya dan akupun sudah lupa) malam ini Sahabat sahabat kami menyambut insani dengan senyum hangat dan ceria hingga membuat ruangan disini menjadi gaduh. Rame .Tapi asyik. He. Diseblah insani sebenernya ada lagi satu pasien yang terbaring seorang ibu ibu. Dalam ruangan ini ada dua ranjang yang disediakan untuk 2 pasien. Sambil ngobrol ngalor ngidul sebagian sudah siap mengambil foto. Jeprat jepret terutama akh dimas yang sejak dateng ditangannya udah stanby kamera. He. Gak jugadeng. Piss akh dimas. He. Selain akh dimas aku juga sih yang ngikut ngikut ngambil gambar. Kembali aku jadi mikir sebenernya kesini mau jengukin insane atau narsis narsisan. He. Akh dimas mencoba menjepret kamera yang ada ditangannya kerarah kami. Namun entah mengapa mungkin karena mencari posisi yang pas untuk mendapatkan gambar yang baik akh dimaspun langsung menyingkapkan tirai sebagai pembatas antara tempat insani dan pasien ibu tersebut. Sepintas pun ibu yang tengah terbaring diatas kasurnya terlihat oleh beberapa diantara kami yang berdiri dekat pintu. Namun dimaspun langsung menarik kembali tirai tersebut. He, gara gara mau foto nyampe harus rusuh gituyag. He. Ketika kami keluar diruangan insani hendak mau pulang beberapa perawat lewat dihadapan kami. Dari ekspresi wajahnya aku dapat menangkap ada sebuah pertanyaan yang terlintas dibenaknya ketika memperhatikan kami keluar dari ruangan insane secara bergerombol. Pertanyaan yang tersembunyi dipikiran para perawat itu ternyata aku dapat menyingkapnya. Dipikiran mereka pasti bertanya Tanya. Ini orang orang masuk keruangan pasien rame rame gitu. Itu mau jengukin orang sakit atau mau tauranyah. He. Mulaideh jadi sotoy soto ayam. He.



































Kamis, 18 Oktober 2012

Rabu, 17 Oktober 2012

Bapak tua yang berjuang ngumpulin koin receh demi sesuap nasi.....................

Kerasanya Perjuangan Hidup……….

dalam perjalanan pulang kekosan diatas motor. sepanjang perjalanan kramat salemba seringdeh nemuin bapak tua itu berdiri ditepi jalan bersama plang papannya untuk menyetop setiap mobil yang lewat. berharap ada mobil berhenti dengan isyarat tangannya. Dan mobil itu mau dicat duko oleh sibapak. Namun yang bikin kasian sibapak itu uda tua. Kalo ngeliat sesuatu dengan matanya, matanya itu sering dipicingan mungkin biar  jelas kaliyah setiap ngeliat mobil yang lewat. Kok gak pake kacamatayah, setahu aku kalo mata gak jelas ngeliat terus dipaksain ngeliat nyampe sering dipicingin gitu jadinya minusnya bakal tambah gede. Kasian. Terus Kalo tiap hari berdiri di pinggir jalan seperti itu jadi mikirdeh bakal berapa banyak debu yang akan ia hirup. Terus lagi kalo gak ada mobil yang berhenti mau dicap duko sama sibapaknya. Artinya sibapak tersebut enggak dapet uang buat membeli sesuap nasi. Tapi hanya dapet ratusan debu yang ia hirup.
l


Terima kasih banyak, penghargaan itu untuk kalian semuanya ^^

Pada Januari mas Bambang, salah satu asisten produser program Kick Andy Hope yang pernah meliput saya pada Oktober tahun lalu tiba-tiba memberi kabar bahwa ia akan memberikan kejutan lagi. Satu minggu kemudian dia memberitahu saya sebuah kabar berita yang membuat saya bengong, yaitu saya masuk nominasi untuk penerima salah satu penghargaan Kick Andy saat ulang tahunnya yang ke-6. Saya hanya bisa menjerit dan bilang “Kagggeeetttt…” tanpa bisa mengutarakan lagi rasa senang dan tidak menyangka pada tulisan untuk membalas berita dari mas Bambang.

Mas Bambang adalah lulusan sejarah Undip angkatan 2005, seumuran dengan Puad. Mas Bambang ini baik sekali, tapi suka iseng. Isengnya suka ngasih saya kejutan dan bahan becandaan yang membuat saya nyaman dan menyingkirkan pikiran jelek saya pada orang-orang pemburu berita dan bekerja di media massa. Saya langsung senang plus begitu melihat dan mengobrol dengan kru lain Kick Andy. Saya sempat berkomentar sesaat, “Oh, mungkin karena mereka dari program Kick Andy, makanya bersahaja semua orangnya, baik-baik, dan menghargai antar-sesama”.

Beberapa hari kemudian, mas Bambang memberitahu saya lagi bahwa dia tengah memperjuangkan posisi saya dengan nominasi lain, dan calon-calon nominasi lain dari program Kick Andy selama satu tahun yang sekategori, saya masuk kategori Young Heroes. Tolong dikoreksi barangkali saya salah. Dia bilang bahwa dia mengutarakan depan juri-juri tentang pentingnya belajar aksara kuno dan mempelajari kembali sejarah. Saya terharu mendengarnya.

Kemudian, satu lagi kejutan yang mas Bambang berikan pada saya. Yaitu, saya diundang ke acara pemberian penghargaan itu di Metro tv dan katanya semua nominasi yang berjumlah belasan itu diundang semuanya. Saya pun nurut. Dan bahkan saya tidak mengharapkan dapat penghargaan itu atau apa, masuk ke dalam nominasi 3 besar saja, kaget dan tidak menyangka. Beruntungnya saya diperhatikan oleh mereka (pikir saya). Lewat fesbuk mas Bambang menghubungi saya dan mengabari saya berita tentang masuk nominasi. Terakhir, ia memberi link tentang berita itu di website Kick Andy.

Setelah saya melihat isi berita website itu, hal yang paling membuat saya kaget adalah para juri yang notabene adalah idola saya semua. Romo Muji, Imam Prasodjo, dan Komarudin Hidayat. Tangan saya langsung gemetaran ketika membaca nama dan latar belakang mereka. Minder pun muncul tatkala melihat nominator lain yang hebat-hebat. Orang-orang yang keren. Saya pun semakin menjauhkan pikiran saya tentang mendapatkan penghargaan itu. Ah, gak mungkin.

Belasan Februari saya berada di Perpustakaan Nasional selama 4 hari. Saya kabari mas Bambang dan dia ternyata ingin menghampiri sambil bawa wartawan Kick Andy magazine untuk wawancara. Saya meminta mereka datang saja di hari Rabu, ke Perpusnas, karena saya sedang mendata ulang naskah-naskah kuno koleksi sana.

Mas Bambang pun datang, sambil membawa bencandaannya yang khas, saya heboh di tempat yang seharusnya sepi. Kang Aditia karyawan Perpunas juga ikutan nimbrung dan kami mengobrol banyak halngalor-ngidul setelah wawancara dengan KA magazine yang katanya akan publish Maret ini. Mas Bambang juga menawarkan saya dan kawan-kawan yang menemani ke Perpusnas untuk nonton program KA langsung di studio Metro tv. Wah, saya senang sekali bisa dapat kesempatan itu, apalagi sepulang dari sana saya bawa banyak oleh-oleh. Buku, dan lainnya. Episode yang saya tonton itu tentang film 5 Menara.

Tanggal 25 Februari saya disuruh datang kembali oleh teman-teman KA, saya mendapat undangan dari mereka. Sayangnya ketika ingin membawa teman-teman kelas Aksakun ke Jakarta, ternyata kuota undangan dibatasi sampai 3 orang. Entah kebetulan atau tidak, saya memang betul-betul tidak punya uang untuk berangkat ke Jakarta sekalipun. Laptop saya digadaikan di Pegadaian resmi untuk uang bulanan saya bulan Februari. Pada saat Sabtu itu tanggal 25 Februari saya bingung, sementara mas Bambang bilang bahwa ongkos akan diganti dari Metro nanti. Akhirnya saya mendapatkan ongkos dari ibunya Puad (karena Puad yang ingin menemani saya), dan dari kawan dekat saya kang Gigi.

Saya pun bisa berangkat ke Jakarta dengan kereta. Kenapa memilih kereta? Karena saya dan Puad ingin menikmati perjalanan romantis. Pemandangan dan suasana naik kereta itu jauh lebih romantis dan menyenangkan daripada lewat tol Cipularang. Sesampainya di Gambir, adik saya pun mengirim saya uang untuk menambah-nambah ongkos pergi. Hehehe, saya betul-betul tidak punya uang saat itu, karena biasanya saya mendapatkan uang bulanan dari Wanus dan Penerbit Ombak, tapi entah kenapa mereka kompak menghentikan itu pada bulan Januari. Sepertinya ada yang salah dengan saya sehingga mereka berhenti memberi saya funding bulanan. Tidak apa, pikir saya. Pelajaran pertama saya tentang pemasukan keuangan bulanan saya. Oneday, saya akan bekerja dan mengabdi pada sebuah pekerjaan yang memang saya akan lakukan dan nyaman buat saya. Kalau ke Penerbit Ombak, saya yang meminta untuk tidak dikirim mulai bulan ini. Saya masih bisa terus melangkah ke depan kok, sambil senyum-senyum sendiri.

Sesampainya di studio Metro tv saya kaget banyak sekali foto-foto yang dipajang di sana. Termasuk wajah saya yang kebetulan sedang memegang laptop. Saya rindu laptop itu, laptop kesayangan saya, teman tidur saya. Saya pun menangis depan bingkai foto yang ada wajah sayanya bukan karna ada foto saya di gedung Metro tv ini tapi karna saya rindu dengan laptop saya. Ia bagaikan sebelah jiwa saya. Ketika dijauhkan seperti ini rasanya seperti kehilangan. Saya juga pernah menggadaikan laptop saya dulu tahun 2009 untuk membayar uang kuliah semesteran di pascasarjana.

Di lobby bawah gedung depan tempat acara KA Awards diadakan, saya berkeliling dan sempat foto-foto dired carpet (atas suruhan mas Bambang, sambil disuruh menunggu). Saya dan Puad senyum-senyum sendiri saat kami foto di depan foto saya yang besar. Saya becanda sama Puad, maaf ya, maklum saya kan dari desa, suka pengen difoto di tempat begini, apalagi depan muka saya sendiri, apalagi beneran ada karpet merahnya juga seperti yang mas Bambang bilang akan disambut dengan red carpet. Dasar ya.

Anehnya, saya melihat ada tempelan double-tip di bawah nama saya, saat saya buka ada tulisan Young Heroes. Jantung saya langsung, deg. Kok ditulis ini? Saya perhatikan foto-foto lain, khususnya 2 nominator yang sekategori dengan saya tidak ada double-tip-nya. Saya punya firasat buruk sama mas Bambang, bahwa dia mau ngasih saya kejutan lagi. Dikasih kejutan kok malah difirasati buruk sih? Soalnya mas Bambang itu pernah buat saya nangis saking kagetnya gara-gara syuting KA Hope. Saya sampai terbata-bata dan tidak bisa ngomong di depan orang banyak, apalagi bang Andy F. Noya sendiri. Itu kan menyebalkan (bukan dalam arti yang sebenarnya), sudah bikin saya kikuk, gemetaran, tak ada persiapan, dan sebagainya. Firasat buruk di sini dalam arti yang konotatif loh ya, bukan suudzon.

Hal yang aneh lagi adalah saya disuruh berdandan, diajak ke ruang tatarias dan saya langsung dikerjakan oleh dua orang yang selalu bertanya, saya ini siapa? Saya jawab, saya tidak tahu siapa saya, dan sebagai apa di sini. Dua perempuan yang menghias saya pun ragu-ragu dan bingung. Hihihihi. Saya senyum-senyum saja plus mewanti-wanti, “Mbak jangan tebal-tebal dong mbak. Please.” Tapi dibalas dengan saya dinasehati kalau sebaiknya diam saja karena kalau di depan layar kaca itu muka berdandan akan terlihat biasa saja. Saya pun ngikut saja. Karena saya dikepung dan tidak bisa kabur dijaga juga sama beberapa karyawan KA. Puad tertawa puas melihat hasil dandanan saya. Saya semakin malu dan canggung berada di depan banyak orang dengan tampilan seperti ini.

Posisi duduk saya pun diatur sedemikian rupa bersama nominator yang lain. Awalnya saya duduk santai saja. Tapi lama-lama kok ada hal aneh lagi. Kalau memang benar kata mas Bambang itu semua nominasi diundang. Saya menghitung orang-orang yang didandani juga. Kok hanya 7 orang ya? Kan harusnya belasan. Mampus aku, masa sih aku harus ke depan panggung. Di depan banyak orang yang saya hapal muka-muka mereka dari layar kaca. Duh, jantung saya makin deg-degan. Saya perhatikan satu persatu penonton yang ada: A. Fuadi, Andrea Hirata, Adnan Buyung Nasution, 3 juri yang saya takuti plus kagumi, Yayang C. Noer, Anies Baswedan, pemilik Mustika Ratu, dan sebagian besar mungkin pengusaha-pengusaha dan undangan khusus acara KA ini. Saya semakin gugup berada di tempat seperti ini. Tidak biasa.

Acara pun di mulai, satu persatu orang-orang yang duduk di dekat saya dipanggil satu-satu dan diberi penghargaan. Pertama Chanee dari Perancis, terakhir kang Dadang dari Tasikmalaya, posisi kang Dadang di sebelah Puad. Jantung saya semakin bedegup kencang. Ditambah lagi ada salah satu pengatur acara menghampiri saya dan berbisik, “Nanti jarak mik-nya satu jengkal ya.” Hah, kenapa kasih tahu saya? Memangnya saya bakal maju ke depan. Orang itu dengan muka serius bilang, “Ya, kamu maju ke panggung”. Mampus, mampus, saya memaki dalam hati. Tapi ada kagetnya juga, wah, masa? Aduh, gila. Aduh. Mas Bambang pun sukses membuat saya menjadi seperti ini lagi. Blank untuk yang kedua kalinya.

Anies Baswenda pun tampil di panggung dan mempersilahkan yang hadir melihat video dan menyebut nama saya. Jantung saya seperti berhenti, dan mata saya berkaca-kaca melihat video itu. Perasaan yang sama ketika melihat liputan Oasis dan KA Hope tahun lalu kembali merasuk jiwa saya. Saya tersenyum lebar dan gugup sepanjang perjalanan menuju panggung, ketika pak Anies memanggil nama saya. Seolah-olah ketika saya berjalan, ribuan mata sedang menatap saya, memperhatikan saya. Saya betul-betul mau pingsan. Saya gugup. Gemetar, sakit perut, mules, mata berkunang-kunang. Pokoknya saya mau kabur dan lari ke gunung untuk menyendiri.

Setelah menerima simbol penghargaan dari KA Heroes dengan kategori Young Heroes dari tangan pak Anies langsung menambah saya bingung, kikuk, malu tapi bersyukur dan senang, dan blank. Saya bingung mau ngomong apa. Mas Bambang sukses buat saya begini lagi. No. Saya pun berusaha sekali mengucapkan beberapa kata, yang saya tidak tahu itu nyambung atau tidak. Dan tidak berani menatap mata-mata yang ada di depan saya. Kecuali yang saya bisa saya lakukan adalah pada saat ketemu mata bang Andy, senyum saya lebar sekali, ditambah dengan acungan jempolnya. Saya merasa ada ketenangan di sana, yang diberikan bang Andy. Mata para juri yang terus menatap saya. Betul-betul mirip kondisi ketika ditodong dengan senjata. Tidak bisa bergerak sedikitpun. Kira-kira rasanya seperti itu. Berkali-kali saya mengucapkan terima kasih yang diberikan untuk semuanya, saya tidak sanggup menyebutkan nama satu-per-satu, orang-per-orang, karena saya betul-betul tidak sanggup berbicara banyak. Gagap.

Hal yang paling banyak saya lakukan adalah senyum, banyak senyum, berbicara hanya 3 kalimat, paling banyak mengucapkan terima kasih kepada semuanya. Semua yang telah membantu saya sampai ada di sini. Kepada penyakit saya yang saya anggap musibah lalu saya sadar bahwa itu merupakan anugerah (kalimat ini yang saya sesali kenapa tidak selesai, harusnya merupakan anugerah yang membuat saya sadar bahwa hidup ini bermakna setelah mengingat kematian). Saya seperti orang yang mau pingsan mungkin dilihat oleh banyak orang.

Saya ingin cepat-cepat turun dan kembali duduk di posisi saya. Sambil membawa semacam “piala” simbol penghargaan yang berat itu, saya berjalan menunduk dan terus tersenyum, seolah tidak ada keberanian untuk menatap balik mata-mata itu. Saat duduk saya menghela napas panjang sekali. Lega. Dan hal yang membuat saya kembali riang dan berwarna lagi ketika disuruh ke depan semua penerima penghargaan disambut jatuhnya bintang warna-warni (kertas-kertas) dan balon. Ya, balon. Saya senang sekali ada balon di sana. Banyak lagi. Rasanya saya adalah makhluk paling ceria dan beruntung di dunia ini. Saya menerima ucapan harapan agar terus bersemangat dengan melakukan apa yang sudah saya lakukan lewat orang-orang yang menyalami saya. Bahkan pak Komarudin memanggil nama saya untuk mengajak salaman saat saya sedang asyik melihat jatuhnya balon-balon itu. Saya canggung plus senyum lebar saat pak Imam meminta foto bareng. Duh, malu.

Setelah acara selesai kami dipertemukan dengan ketiga juri dan bang Andy yang khusus mengucapkan selamat dan mengobrol banyak hal. Bertanya satu persatu-satu dari kami. Saling memfoto dan saya sibuk menenangkan diri saya. Senyum, bengong, kagum pada yang lain apalagi dengan juri-juri. Tidak pernah menyangka sebelumnya saya akan berada di sini saat itu. Saya ingin menarik Puad untuk mengajak bersama-sama bengong dan mengagumi semua orang di sini. Saya canggung sekali menjawab pertanyaan-pertanyaan pak Imam dan Romo Muji. Duh, malu. Saya kadang suka menyesal setelahnya kenapa sih diam saja, kenapa tidak banyak omong? Tapi saya selalu berusaha memaklumi sikap saya yang kaku dan canggung terhadap orang baru apalagi orang yang saya idolakan. Saya menjaga jarak sekali, entah kenapa. Tapi saya berusaha untuk berusaha rileks dan santai. Juga tidak menjengkelkan. Mudah-mudahan.

Setelah berkumpul di ruangan tersebut, satu persatu kami pamit dan saling bersalaman. Waktunya pulang, tapi saya seperti terus menampar diri kok seperti mimpi, ayo sadar Sinta! This is a real-life. Saya pun akhirnya meninggalkan gedung yang memberi saya kenang-kenangan hidup yang luar biasa besarnya dalam hidup saya. Saya pun ikut numpang kendaraan Ginan ke arah Bandung. Keberuntungan yang lain, bisa pulang langsung ke Bandung (sebelumnya saya dan Puad bingung mau pulang naik apa, karena jadwal kereta sudah tidak mungkin dengan pulang jam 10, plus travel juga belum tentu ada). Beruntung sekali ketika saya bertanya pada Ginan naik apa, dan dia menjawab bawa kendaraan sendiri. Duh. Saya pun sedikit malu-malu meminta ikut bareng nanti pulangnya.

***

Selama perjalanan Jakarta-Bandung, melewati Cipularang sekitar jam 11 malam. Saya duduk di jok belakang, posisi saya sengaja berada di tengah. Agar bisa berhadapan langsung dengan jalan malam yang diberi cahaya oleh lampu kota dan lampu jalan. Sebuah perjalanan lurus dan panjang yang saya anggap sangat tepat untuk merenung dan bersyukur. Maka saya pun melakukan sebuah ritual. Yaitu merenung pada sebuah perjalanan. Merenungi apa yang telah terjadi selama satu hari ini.

Selama perjalanan panjang dan gelap itu, ditemani rintik-rintik hujan, Ginan yang tidur di jok depan, saudaranya Ginan yang serius dan fokus menyetir, dan Puad yang senyum-senyum sambil merem-merem ayam. Saya ditemani mereka semua, langit, hujan, lampu, cahaya. Seolah-olah perjalanan saya ini menuju ke sebuah titik cahaya. Semacam flash-back, mengingat apa yang sudah saya lakukan apa sudah betul? Apa saya masih kurang memperhatikan hidup saya? Apa saya ini itu dan sebagainya. Satu sisi saya menyesal tidak sempat mengucapkan terima kasih kepada siapapun. Bukan, bukan tidak sempat. Tapi saking gugup dan jantung saya berdegup kencang sekali seolah terdengar oleh mikrofon dan memberitahu bunyi jantung saya kepada yang hadir kala itu. Rasanya seperti itu. Saya memang tidak cocok jadi vokalis band ^^

Mungkin di sinilah tempatnya, di kertas ini, saya harus menulis semua yang ingin katakan pada saat di atas panggung itu namun tidak sampai saya ucapkan. Saya hanya bisa mengetikkan perasaan saya, saya tidak sanggup berkata banyak, mohon maklum. Saya sangat bersyukur diberi sebuah penghargaan kategori Young Hero, padahal saya sudah tidak muda lagi. Tapi saya berharap pemuda dan pemudi Nusantara di sini dapat menerima bahwa yang diberikan pada saya sebuah “penghargaan ini” merupakan penghargaan untuk kalian semua wahai penerus bangsa yang memiliki semangat dan rasa kasih sayang antar makhluk hidup. Saya juga tidak lupa berterima pada Penguasa Alam Semesta, Bapak di langit, dan Ibu di bumi. Tanpa kalian saya tidak mungkin ada.

Sama seperti Ginan, saya mengucapkan terima kasih untuk diri sendiri yang sudah mau melawan rasa sakit dan kata-kata menyerah. Tidak lupa kepada kelas Aksara Kuno, teman-teman yang mau datang dan belajar bersama, teman-teman yang tulus datang dan tersenyum demi Aksakun ini sejak 2009 hingga sekarang. Tanpa kalian saya juga tidak akan ada, untuk semua yang sudah membantu keberlangsungan kelas ini, pak yayasan dan GIM (tempat belajar), kepala sekolah, teman-teman. Puad yang selalu menemani saya, berdiskusi hal apapun, yang suka menyoraki saya dengan perlengkapan pom-pom boys dan kata-kata yang menyemangati hidup saya dan kembali menjadi diri yang tidak ringkih. Terima kasih atas cinta yang tulus.

Kemudian bu Titin dosen filologi Unpad dan kawan-kawan yang sudah bersusah payah membantu saya agar bisa lulus (tidak dikeluarkan) dari program pascasarjana ini, Bilven, Ilham Aidit, Andi Daging, Gigi dan kang Zimbot, pak Dekan, pak Ganjar Kurnia, bu Elli, kang Godi Suwarna, Ahda Imran, dan lainnya yang berjuang untuk tetap mempertahankan cita-cita saya menjadi seorang filologi yang sebenarnya. Saya sangat berhutang sekali pada kalian semua. Juga kepada om Heru yang sayang sekali kita belum sempat saling mengenal satu sama lain, dan memahami satu sama lain. Terima kasih atas bantuannya selama ini. Juga teman-teman di komunitas Ujungberung Rebel yang beberapa orang selalu berada di samping saya saat saya berkreasi dan menjalani kelas Aksakun: kang Wisnu, Kimung, Man Jasad, dan lainnya. Terima kasih. Juga kepada Penerbit Ombak dan bang Nursam yang sudah mau mencetak buku Berteman Dengan Kematian pada 2010 dan hingga tahun ini sudah masuk cetakan ketiga, semoga bisa cetak sampai puluhan kali, biar saya bisa beli sawah dan kebun. Tidak lupa juga kepada yang sudah sudi membeli buku BDK, terima kasih sudah mau membacanya, meluangkan waktu dan uang untuk buku BDK ini, terima kasih sudah membuatnya menjadi buku best seller.

***

Young Hero adalah penghargaan untuk kategori pemula, untuk yang muda. Muda, budak anom. Anak kecil yang tidak mengetahui apa-apa. Harus banyak belajar, dan terus belajar. Saya mendapatkan ini bukan berarti perjalanan saya sudah selesai, tapi baru mulai. Ya, saya baru memulai perjalanan, masih banyak hal yang masih saya cita-citakan, masih berwujud dalam mimpi. Misalnya seperti pendataan naskah dan aksara kuno se-Nusantara. Jalan saya masih panjang, doakan ya kawan-kawan, agar saya selalu sehat dan semangat. Terima kasih, penghargaan ini untuk kalian semua. Kepada Kick Andy, bang Andy F. Noya, para sponsor, mas Bambang dkk, Metro tv, mbak Rere dan Oasisnya dulu, dan masih banyak lagi, terima kasih banyak. Terima kasih. Terus menjadi semangat bagi hidup saya.

Kalian semua, teman-teman di Nusantara, adalah inspirasi saya. Saya bersungguh-sungguh mengucapkan terima kasih atas kesempatannya, anugerah, dan kepercayaannya. Hal-hal ini akan terus menjaga semangat saya dan mendukung saya untuk terus dan tetap berkarya. Karya yang keluar dari hati dan diperuntukkan pada kalian semua, alam semesta, dan negeri ini.

***

Apabila teman-teman ada yang melihat tayangan KA Heroes 2012 tadi, sambil memperhatikan baju yang saya pakai. Ya, yang berwarna pink berenda itu. Pakaian atas yang saya pakai adalah baju ibu saya. Baju pertama yang diberikan ayah saya ketika mereka berpacaran sekitar tahun 1983. Baju itu selalu saya pakai pada beberapa momen yang saya anggap memerlukan kehadiran ibu saya. Tanpa saya sadari baju ini yang lagi-lagi saya pilih untuk saya pakai pada acara tadi malam. Awalnya saya sudah menyediakan baju batik yang cantik, tapi saya tanggalkan, dan memilih baju klasik ini. Ibu saya sempat sms dan bilang, "Baju yang dipakai itu baju mamah yang dikasih papah dulu ya?"

Baju itu saya ambil di almari ibu, ketika menemukannya sepasang dengan rok kotak-kotak merah saya langsung ambil, saya tidak tahu sejarahnya baju itu. Saya ambil karna saya suka bentuknya. Beberapa kali saya pakai saat bekerja di lembaga pendidikan tahun 2008. Kemudian untuk yang kesekian kali secara berturut-turut baju itu saya pakai saat mendaftar ulang kuliah S2 di Unpad sambil foto kartu tanda mahasiswa. Kemudian saya pakai baju itu saat saya sidang ujian proposal tesis. Saat saya sedang mempersembahkan usulan penelitian untuk kajian filologi saya. Kemudian baju ini juga saya pakai saat ujian/sidang akhir Agustus 2011. Dan kalian tahu? Baju ini juga saya pakai saat difoto untuk foto yang ditempel pada ijasah S2. Lalu, saya pun kembali pakai baju pink ini tadi malam. Ya, saat menerima penghargaan tadi. Kenapa? Apa saya tidak punya baju lagi? Tidak-tidak, bukan itu alasan saya kenapa selalu memakai baju ibu saya itu, yang kebetulan ngepas di badan saya.

Sama seperti ketika menyentuh naskah-naskah kuno. Saya, hidup di masa sekarang kenapa harus baca-baca lagi catatan yang sudah lampau, ratusan tahun lalu. Saya, yang hidup di masa kini yang menghadapi permasalahan yang sudah pasti ada akarnya/ada titik start-nya. Kenapa saya ingin memegang-megang naskah? Bukan hitungan akuntasi dan manajemen, peralatan teknologi yang maju, dan berjalan-jalan di mall? Atau menjadi pegawai bank? Alasan saya mungkin, saya ingin belajar banyak dari masa lalu itu. Bukan berarti selalu mengandalkan ilmu masa lalu adalah sesuatu yang pasti benar. Bukan.

Melainkan, saya ingin merasakan sesuatu yang kala itu terjadi lewat naskah kuno. Sama seperti yang saya lakukan ketika memakai baju ibu saya pada momen tertentu. Yaitu ingin merasakan perasaan ibu dan ayah saya pada waktu itu, tahun 1983, waktu sebelum saya ada itu bagaimana. Pasti ada yang saya pelajari dari baju ini, bukan sekedar bentuk bajunya yang kembali nge-trend masa kini, vintage. Tapi saya ingin merasakan ada kejadian/momen apa yang terjadi ketika baju ini ada di tangan ayah dan ibu saya. Apa yang terjadi pada waktu itu? Apa yang dilihat oleh baju itu? Dia adalah saksi mata dari bersatunya ayah dan ibu saya. Ada satu alasan lagi, saya ingin menghadirkan keduanya, berada di samping saya, di masa-masa tertentu itu. Serasa dipeluk oleh keduanya saat saya memakai baju itu.

Saya merasakan hal yang sama ketika sedang menatap naskah-naskah kuno tersebut.

Ujungberung, 11 Maret 2012
Sinrid