Aku
termasuk gadis populer ketika aku bersekolah dulu. Bukan karena
kepintaranku, tapi karena aku yang cantik dan selalu tampil modis. Tiap
hari yang kusibukkan ketika hendak berangkat sekolah bukan PR atau
tugas-tugas sekolah, namun tas warna apa yang harus aku pakai hari ini,
jam tangan yang mana, dan mau kuapakan rambutku. Eyeliner dan mascara
adalah hal yang wajib bagiku. Aku harus selalu memakainya, kalau tidak
aku tidak PD. Mukaku seperti orang baru bangun tidur...
Aku
menjadi populer karena begitu seringnya ku dipanggil ke ruang guru
karena baju seragam sekolahku yang sengaja kubuat beda dari yang lain.
Rok sekolah kupendekkan, baju kukecilkan dan tentu saja kukeluarkan,
kaos kaki kubuat panjang hingga lutut. Aku juga memakai gelang
warna-warni. Guru-guru sampai bosan menegurku, bosan menyetrapku.
Setiap
upacara aku pasti selalu ditempatkan di barisan khusus. Barisan
orang-orang yang terlambat dan tidak lengkap dalam memakai atribut
seragam. Aku paling tidak suka memakai topi pada saat upacara. Karena
setelahnya rambutku pasti berantakan. Aku memilih berpanas-panasan
ketimbang harus membuat diriku terlihat ‘acak-acakan’.
Begitu
populernya aku hingga banyak sekali lelaki yang mendekatiku. Aku pun
mulai berpacaran. Seminggu putus, pacaran lagi. Terus seperti itu.
Handphone-ku selalu berdering karena telepon atau sms dari banyak
lelaki. Semuanya kuladeni.
Aku
mulai berkenalan dengan club malam sejak duduk di bangku sekolah. Aku
sering berbohong pada orang tuaku dengan mengatakan aku menginap di
rumah teman. Padahal aku sedang clubbing. Di sana, lingkungan
pergaulanku semakin luas. Aku ketagihan untuk terus clubbing.
Berjoget-joget dengan riang, mendapat banyak kenalan, perasaanku senang
sekali. Aku juga mulai merokok dan kenal dengan minuman di tempat
ini.
Aku melanjutkan kuliahku ke
kota lain. Nge-kost. Bebas rasanya tanpa pengawasan dari orangtua.
Bebas pulang malam, pulang pagi, atau bahkan tidak pulang karena tak
ada yang mengawasi. Aku sengaja memilih kost yang campur antara
laki-laki dan perempuan agar lebih bebas.
Aku
kehilangan keperawananku oleh pacarku sendiri. Tak beberapa lama,
kami pun putus. Ternyata hal itu membuatku ketagihan. sejak hari itu,
setiap aku berpacaran, aku pasti melakukannya.
Suatu
hari, aku berkenalan dengan seseorang yang kutemui di club malam.
Malam itu bertemu, esok pagi langsung jadian. Sepandai-pandai tupai
meloncat, akhirnya jatuh juga. Aku mengandung! Setelah kuberitahukan
hal itu padanya, ia seperti lepas tangan. Aku mendatangi ke rumahnya
berharap orangtuanya bisa mencarikan solusi untukku. Ya, benar mereka
mencarikan solusi untukku: mengantarkan aku pada seorang bidan yang
siap menggugurkan kandunganku. Pada saat itu aku dalam keadaan bingung
dan tak tau lagi harus bercerita pada siapa. Keluargaku tak boleh tau
tentang ini. Aku pun menurut. Aku dibius total hingga tidak merasakan
apa-apa… setelah itu keluarlah darah seperti aku sedang menstruasi.
Anehnya… aku tidak merasakan perasaan bersalah sedikitpun.
Hari-hari
selanjutnya aku harus rutin memeriksakan kesehatanku pada bidan itu
dan memakan obat-obatan yang aku tidak tau apa. Pacarku tak menemani
apalagi keluarga pacarku! Beberapa kali aku meneleponnya tidak
diangkat, aku pergi mengunjungi rumahnya, alangkah kagetnya aku,
mereka sekeluarga pindah! Entah kemana!
Di
masa pemeriksaan rutinku itu, aku kembali berkenalan dengan seorang
pria. Dia baik sekali dan selalu menemaniku. Bila aku kekurangan uang,
dia selalu memberikannya dalam jumlah besar. Tentu saja aku senang
sekali. Dari dialah aku mulai berkenalan dengan obat-obatan. Dan dengan
dia pulalah aku kembali mengulang kesalahanku yang sama seperti yang
kulakukan dengan pacarku terdahulu.
Aku
kembali pada dunia malam dan harus terus memakai obat-obatan. Pacarku
memutuskanku sehingga tidak ada lagi yang memberikan uang dalam
jumlah besar padaku. Tak masalah… karena banyak sekali pria yang ingin
berpacaran denganku.
Uang
kuliah dan uang kost-ku sudah tak kubayar lagi. Barang-barangku
kugadaikan untuk membeli obat. Aku kebingungan. Tidak mungkin aku
terus-terusan meminta pada orang tuaku. Saat ini pacarku juga sama
keadaannya denganku, hingga aku tak mungkin meminta padanya.
Teman-temanku menyarankan untuk melakukan suatu pekerjaan mudah.
Menemani lelaki di club malam atau ke kota tertentu. Aku bimbang.
Sejauh ini aku menolak. Aku hanya mau melakukannya suka sama suka.
Bukan menjual diri seperti itu. Aku pun kembali teringat dengan
mantan-mantan pacarku yang kaya raya. Mereka pasti dengan senang hati
memberikan uang padaku. Walau kutahu, mereka pasti menginginkan
imbalan dariku. Tapi aku enggan melakukannya… alternatif lain adalah
aku meminjam uang pada teman-temanku dengan berbagai macam alasan.
Kuliahku
kacau. Padahal aku tau orang tuaku ingin sekali melihat aku memakai
toga. Tapi aku tak tahu apakah hal itu akan terjadi atau tidak. Aku tak
memiliki semangat lagi untuk kuliah.
Saat
aku pulang ke kampung halaman, aku sering sekali ribut dengan kedua
orang tuaku. Aku berteriak-teriak di depan muka mereka sampai ibuku
menampar wajahku sambil menangis.
Baru-baru
ini, aku memutuskan untuk pindah agama karena pacarku memintaku untuk
satu agamanya dengannya. Karena ia mengatakan ia ingin menikahiku,
maka aku pun menuruti permintaannya. Tidak ada yang tau tentang ini
kecuali pacarku dan keluarganya. Entah dari mana kakak lelakiku
mendengar kabar aku pindah agama, tiba-tiba saja ia mendatangiku dan
memberiku bogem mentah berkali-kali.
Aku
jatuh tersungkur dengan muka lebam di wajahku dan darah yang mengucur
dari hidungku. Kakakku menyesali pebuatannya. Ia meminta maaf padaku
sambil menangis. Aku sangat membencinya! Kalau saja dia bukan kakak
kandungku, mungkin aku juga sudah menghabisinya.
Kini
aku sudah berada di kampung halamanku. Orang tuaku sudah mengetahui
semuanya hingga aku dipaksa oleh mereka untuk pulang. Kuliahku
kutinggalkan begitu saja. Aku mengikuti saja paerintah mereka. Walau
aku yakin, itu tidak akan membantu apa-apa. Aku masih diam-diam
memakai obat. Dan diam-diam mengambil uang sedikit demi sedikit dari
laci lemari orangtuaku. Sejauh ini, aku aman, tak pernah ketahuan.
Kisah
nyata itu diceritakan oleh seorang teman secara berkala padaku,
sampai aku menangkap seluruh episode kehidupannya. Terdengar klisekah
cerita ini? Ya, menjadi klise karena kita sudah terlalu sering
mendengarnya, karena telah begitu banyak yang mengalaminya. Hal yang
tidak biasa, namun begitu sudah dilakukan berulang-ulang akan menjadi
sesuatu yang biasa. Begitu pula dengan dosa. Awalnya dilakukan membuat
gelisah, lama-lama tidak ada lagi perasaan bersalah.
Rasulullah
menggambarkan dosa seperti sebuah titik hitam di dalam hati. Semakin
banyak titik hitam di dalam hati, maka hati menjadi hitam pekat. Allah
menghembuskan cahaya ke dalam hati manusia. Namun cahaya akan meredup
dan padam karena tertutup oleh titik-titik hitam yang menjadikan
manusia tidak mampu lagi memandang kebenaran.
Waktu
terus berjalan, siang dan malam saling beradu kecepatan sementara
manusia masih terlena dengan kelalaian terus berbuat kerusakkan dan
mendurhakai Allah sang pemilik kerajaan...
Kelak akan ada masa dimana airmata penyesalan terus mengalir namun sudah tidak ada artinya lagi.Berikan kesempatan untuk kami memperbaiki diri, Allah…
Rasulullah bersabda, “Setan
bersumpah, ‘Demi keperkasaanMu wahai Tuhan, aku tidak akan berhenti
untuk menyesatkan hambaMu selama nyawa masih ada di dalam jasad
mereka’. Lalu Allah berfirman ‘Demi keperkasaan, keagungan, dan
ketinggian kedudukan-Ku, aku tidak akan pernah berhenti mengampuni
mereka selama mereka memohon ampun padaKu (HR. Ahmad)
Ya Allah kami berlindung padaMu dari keburukan hawa nafsu dan keburukan amal kami
Siapa yang dianugerahi petunjuk olehMu, tidak akan ada seorang pun yang dapat menyesatkannya,
Siapa yang disesatkan olehMu maka tidak ada seorangpun yang bisa memberinya petunjuk
Jangan hijab hatiku, hatinya dan hati kami semua… semoga kau memberikan hidayah padaku, padanya dan kami semua…
Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras
lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah;
lalu keluarlah mata air daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Baqarah:74)
By: OSD -2011-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar